JAKARTA, KUPAS.CO.ID- Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH Unair) Surabaya,
Herlambang Pratama Wiratrama melihat para hakim Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) yang berpedoman dengan asas-asas umum pemerintahan yang
baik (AUPB) dalam memutus masih sedikit. Hal itu dikarenakan banyak
faktor yang mempengaruhi putusan tersebut.
Kesimpulan itu
merupakan hasil penelitian timnya terhadap putusan PTUN Jakarta di kasus
reklamasi Pulau G dan PTUN Mataram di kasus kepegawaian. Di kasus
reklamasi Pulau G, PTUN Jakarta menyatakan objek gugatan bertentangan
dengan peraturan UU dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
"Sayangnya,
majelis hakim hanya menyimpulkan asas-asas ini pada bagian akhir dari
putusan. Mereka tidak menjelaskan secara rinci indikator tindakan
tergugat yang dinilai melanggar asas kecermatan, asas ketelitian, atau
asas kepastian hukum," ujar Herlambang dalam diskusi Judical Sector
Suport Program (JSSP) di Kedutaan Besar Belanda, Jalan Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (24/1/2017) kemarin.
Herlambang
mengatakan asas-asas umum pemerintahan yang baik tidak digunakan
sebagai instrumen utama. Sehingga hal itu menimbulkan keragaman pendapat
hakim dalam menilai asas-asas umum pemerintahan yang baik.
"Hal ini memperlihatkan asas-asas umum pemerintahan yang baik hanya
digunakan sebagai instrumen tambahan, bukan sebagai instrumen utama dan
berdiri sendiri dalam menguji keputusan pejabat tata usaha negara,"
papar Herlambang.
Herlambang membandingkan gugatan reklamasi
pulau G dengan gugatan TUN kepegawaian Magaritha Salean di Kupang, NTT.
Majelis hakim menilai ada pelanggaran terhadap peraturan pemerintah
tentang disiplin pegawai terhadap Magaritha.
"Yang menarik
Margaritha mendapat kemenangan. Majelis hakim menggali atau tidak
melakukan pembuktian terhadap dalil penggugat atau di luar yang
didalilkan penggugat, yakni asas kepastian hukum, nondiskriminasi dan
tertib penyelenggaraan pemerintahan, melainkan langsung melakukan
pengujian terhadap Asas Keterbukaan," tutur Herlambang.
Herlambang
mengatakan dalam dua kasus itu adanya beberapa faktor yang mempengaruhi
pemberlakuan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Hal itu membuat
keragaman pendapat kewenangan hakim dalam menguji asas-asas umum
pemerintahan yang baik.
"Sehingga keragaman dan sebaran asas-asas
umum pemerintahan yang baik dalam sejumlah perundang-undangan tentu
membuat pengambil keputusan di level pemerintahan maupun hakim semakin
semakin memungkinkan menggunakannya secara tidak konsisten," tuturnya.
Herlambang
mengatakan keberagaman tersebut membuat tidak adanya parameter dalam
peraturan UU tersebut. Hakim TUN memiliki tafsir sendiri terhadap
perkara yang ditangani.
"Sehingga seringkali hakim memberikan
makna atau tafsir sendiri berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang
diyakininya masing-masing," tukasnya.
0 Komentar