Juru bicara Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Sulistiyandriatmoko mengatakan peredaran narkotika di kalangan artis menyerupai fenomena gunung es. Ia menilai ada indikasi bahwa tertangkapnya sejumlah artis hanya sebagian kecil dari peredaran narkotika di kalangan publik figur.
“Akarnya di dalam air besar sekali,” kata dia saat dihubungi, Ahad, 26 Maret 2017.
Sulis mengatakan umumnya apabila seorang artis sudah menjadi pengguna maka ada kecenderungan publik figur lainnya bisa tertular. Bahkan dimungkinkan mereka membentuk suatu komunitas yang di dalamnya ada artis yang berhubungan langsung dengan pengedar narkotika.
Sulis menyebutkan ada semacam kerentanan yang terjadi di kalangan artis sehingga peredaran narkotika di kalangan mereka mudah terbentuk. Kerentanan itu bisa muncul dari faktor beban kerja, pergaulan, atau gaya hidup. Sehingga kecenderungan menggunakan narkotika cukup tinggi, termasuk dengan alasan sebagai doping. Ia mencontohkan kerentanan tertular mengkonsumsi obat terlarang itu umumnya dilakukan saat para publik figur berkumpul ramai-ramai.
Menurut Sulis, tertangkapnya Ridho Rhoma pada Sabtu kemarin lantaran menggunakan sabu juga mengindikasikan ada jaringan yang lebih besar di bawah permukaan. Untuk itu, penting yang harus dilakukan adalah mengungkap jaringan tersebut. Mulai dari menelusuri asal usul narkotikanya hingga distribusi ke bandar.
Sulis mencontohkan kasus Ridho sebagai wujud bahwa kalangan artis juga menjadi segmen menjanjikan bagi para pengedar narkoba. Artis menjadi sasaran strategis ekonomi dan pemasaran narkotika. Sasaran ekonomi karena ada keuntungan yang diperoleh. Sebab artis memiliki penghasilan yang cukup tinggi sehingga bisa dengan mudah mendapatkan narkotika. Sementara dari sisi pemasaran, artis mempunyai komunitas sehingga narkotika bisa mudah beredar di kalangan mereka.
Untuk itu Sulis mengimbau kepada semua artis untuk membaca peta tersebut bahwa mereka menjadi sasaran pengedar dan bandar. “Mereka adalah sasaran potensial, tolong itu disadari supaya mereka terhindar,” kata dia.
Data BNN pada 2015 berdasarkan penelitian menyebutkan DKI Jakarta menjadi daerah dengan peringkat pertama prevalensi penyalahgunaan narkoba. Di tahun itu tercatat ada 392.367 jumlah penyalahgunaan dengan tingkat prevalensi 5,08 persen. Selain itu tingkat konsumsi narkotika oleh seseorang memililki kecenderugnan meningkat. Sehingga pada tingkatan tertentu apabila orang tersebut tidak mengkonsumsi maka akan terjadi sakaw.
0 Komentar