Menyangkut kebijakan batas atas-bawah tarif taksi online melalui revisi Permenhub No.32/216, Ombudsman menilai aturan itu penting lantaran untuk melindungi pengemudi taksi online. Alvin menerangkan bila tarif tak dibatasi, operator akan saling banting harga hingga tarifnya tak rasional lagi.
Perang tarif itu menurutnya akan berimbas hilangnya biaya perawatan mobil yang harusnya disisihkan pengemudi dengan tarif yang normal. Di samping itu, jika tarif terlalu murah, pengemudi akan dipaksa kerja ekstra keras hingga kurang istirahat. Sehingga potensi kecelakaan akan meningkat.
"Kita menjaga batasan tarif itu cukup masuk akal untuk perawatan mobil dan lainnya," ujar salah satu anggota Ombudsman Alvin Lie.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto memastikan harga yang sangat murah dari taksi online tak akan ada lagi seiring batas tarif nanti berlaku. Selanjutnya untuk formulasi tarif untuk taksi online, Kemenhub menyerahkannya ke tiap pemerintah daerah.
"Jadi daerah satu dan daerah lain beda-beda nanti," ucap Pudji yang ditemui di tempat sama dengan Alvin.
Pudji juga menegaskan revisi Permenhub No.32/216 akan tetap berjalan sesuai rencana yaitu 1 April 2017.
Ombudsman Republik Indonesia menyikapi positif langkah pemerintah dalam menghasilkan revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Mereka menyebut peraturan baru yang akan berlaku per 1 April itu akan melindungi semua pihak.
"Tidak mungkin suatu kebijakan itu membuat semuanya happy. Cuma yang penting kita melindungi kepentingan publik, bukan hanya pengguna jasa tapi juga pengemudi dari taksi online, taksi konvensional, dan keselamatan mereka," tutur Alvin Lie.
Alvin menilai kesempatan yang diberikan pemerintah dalam pembahasan revisi sudah mengakomodasi berbagai pihak. Sedari awal, lanjut Alvin, Ombudsman menerima keberadaan taksi online. Hanya saja keberadaan mereka harus diikuti dengan regulasi yang jelas.
"Kalau tidak diatur nanti jadi belantara lagi. Apabila nanti ada kecelakaan atau permasalahan lain, tidak jelas pertanggungjawabannya," imbuh Alvin.
Sebelumnya tiga operator layanan transportasi online yakni Gojek, Grab, dan Uber kompak menyatakan keberatan mereka atas hasil revisi Permenhub No.32/2016.
Keberatan mereka ada di empat dari sebelas poin revisi, yaitu: penetapan batas tarif, kuota jumlah kendaraan taksi online, pengalihan nama kepemilikan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama pribadi menjadi atas badan hukum, serta pelaksanaan uji kir di sejumlah daerah.
Ketiga perusahaan teknologi itu merespon hasil revisi dengan meminta pemerintah kembali menunda penerapannya.
"Kami meminta pemerintah memperpanjang masa tenggang penerapan revisi PM Nomor 32 tadi jadi sembilan bulan," tutur Managing Director Grab Indonesia Ridzki Kramdibrata saat jumpa pers di markas Grab di Lippo Kuningan, Jakarta, Jumat (17/3).
Menanggapi keberatan itu, Ombudsman menilai semestinya tanggapan tersebut disampaikan jauh-jauh hari ketika uji publik diadakan. Namun selama periode itu, menurutnya ketiga perusahaan justru hanya bungkam.
0 Komentar