Ricuh-ricuh di sidang paripurna DPD diwarnai aksi perebutan palu pimpinan. Insiden soal palu ini mengingatkan kembali pada kejadian yang serupa tapi tak sama di sidang paripurna DPR dengan Ceu Popong sebagai bintangnya.
Kisah Ceu Popong dan palunya menjadi hal yang tak terlupakan dari sidang paripurna pembukaan periode 2014-2019 di DPR pada Rabu (1/10/2014) silam. Saat itu, anggota Fraksi Golkar Popong Otje Djundjunan atau akrab disapa Ceu Popong menjadi pemimpin sementara sidang karena dia merupakan anggota DPR tertua.
Saat itu masih ada dua koalisi yang perbedaannya terlihat jelas sisa Pilpres 2014, yaitu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. UU MD3 mengatur pimpinan harus dipilih secara paket sehingga keduanya saling lobi dan adu eksistensi.
Proses pemilihan pimpinan DPR menjadi drama berjam-jam penuh dinamika. Paripurna yang dipimpin Ceu Popong jadi panas dan penuh hujan interupsi. Ceu Popong dikerubuti anggota bahkan hingga ada yang memijatnya. Ceu Popong yang dikerubungi oleh para anggota justru pusing karena hal lain. Palu yang digunakan untuk mengetok keputusan entah di mana.
"Paluna eweuh (palunya tidak ada)," ucap Ceu Popong. Ucapannya ini pun menjadi salah satu yang terus dikenang dari kericuhan sidang paripurna.
Keributan hingga aksi berebut palu terulang lagi bagai deja vu pada 2,5 tahun kemudian, tepatnya di sidang paripurna DPD pada Senin (3/4/2017). DPD ricuh soal pemilihan pimpinan karena polemik tatib yang dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Sempat rusuh di siang hari, sidang paripurna DPD sempat diskors. Ketika dibuka lagi oleh Wakil Ketua DPD GKR Hemas, paripurna kembali memanas karena dia menyatakan aturan yang berlaku adalah masa jabatan pimpinan DPD selama 5 tahun.
Saat Hemas berbicara, terjadi kericuhan. Anggota DPD berebut naik ke meja pimpinan dan mengelilingi Hemas. Mikrofon dimatikan dan palu berpindah tangan hingga dibawa turun.
Palu pimpinan itu menjadi simbol pengambilan keputusan di lembaga eksekutif yang tugasnya sebagai wakil rakyat. Tentu saja, insiden 'hilangnya' palu ini bukan suatu hal yang seharusnya jadi kebiasaan.
0 Komentar