Wajah Buni Yani, tersangka kasus dugaan ujaran kebencian, terlihat bugar ketika menggelar konferensi pers di kantor Alwin Rahadian & Patner, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat pekan lalu. Saat itu, sorot matanya terlihat riang. Ia sesekali melempar senyum kepada awak media yang hadir.
Sejak dilaporkan oleh Komunitas Muda Ahok-Djarot (Kotak Adja) pada 7 November 2016 terkait rekaman video pidato Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang mengutip surat Al-Maidah, Buni Yani mengaku telah mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai dosen ilmu komunikasi di London School of Public Relations (LSPR).
Sejak saat itu pula dia sibuk menghadapi panggilan polisi ataupun menemui orang-orang yang ingin memperjuangkan kasusnya. "Saya sudah mengundurkan diri sebagai dosen," kata Buni Yani, Jumat (7/4).
Menurut salah satu kuasa hukumnya dari Alwin Rahadian & Patners, Hairullah M. Nur, Buni Yani terpaksa mengundurkan diri karena pihak kampus LSPR mendapat teror dan tekanan.
"Kampus mendapat teror akan diserbu oleh sekelompok orang. Dia (Buni Yani) dipanggil oleh pihak kampus. Setelahnya dia mengajukan pengunduran diri," kata Hairullah di Jakarta, Minggu (9/4).
Menyandang status tersangka rupanya tak membuat Buni Yani sepenuhnya terpuruk. Kasus ujaran kebencian yang melilitnya itu justru membuat namanya semakin dikenal luas.
Popularitas tersebut membuat Buni Yani kerap diundang di berbagai acara untuk menjadi pembicara. Ia bahkan mengatakan sejak pensiun sebagai dosen, dirinya mendapat sumber penghasilan baru sebagai penceramah agama di acara keluarga dan media sosial.
"Saya bahkan sudah diundang ceramah Isra Mi'raj. Jadi jadwal saya lumayan penuh akhir minggu. Saya justru saya semakin laris," cerita penyandang gelar Master of Arts dalam studi Asia Tenggara dari Ohio University ini.
Buni mengaku bukan ahli agama Islam. Namun dia mengatakan banyak belajar kembali mengenai agama Islam, terutama untuk topik yang hendak diceramahinya.
"Tidak belajar agama secara khusus. Karena saya muslim, saya tentu belajar Islam," katanya.
Lalu berapa tarif yang ditentukan untuk sekali ceramah agama ini? Buni Yani hanya tertawa. "Cukuplah untuk bertahan hidup," ucapnya.
Jadi Simbol
Selain penceramah agama, wajah Buni Yani menjadi ikon usaha salah satu rekannya di kerajinan gelas berbahan keramik. Dalam gelas itu ditulis juga kata-kata seperti 'Buni Yani Keadilan Untuk Semua. Melawan Kriminalisasi'.
"Ini juga salah satu cara saya mencari penghidupan, penghasilan dari jualan ini. Karena saya enggak punya pekerjaan kan," ucapnya.
Untuk sebuah gelas, Buni Yani mematok dengan harga Rp35.000. Gelas itu dibawanya serta saat menghadiri acara keluarga.
"Ini juga bantu kawan saya yang punya usaha kecil. Kawan ini kan kreatif. Dia dapat sedikit rezeki dari sini dan saya juga tertolong," katanya.
Hari ini, Senin (10/4), Buni Yani sedianya menghadiri panggilan Subdit IV Cyber Crime Dir Reskrimsus Polda Metro Jaya untuk menyerahkan berkas tahap dua (tersangka dan barang bukti) sebelum kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jawa Barat.
Dalam kasus ini, Buni Yani dijerat Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal enam tahun penjara dan atau denda maksimal Rp1 miliar.
Buni Yani menegaskan kesiapannya dan berjanji akan kooperatif. Namun ia tetap berharap Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengeluarkan Surat Penghentian Ketetapan Penuntutan (SKP2).
Ia beralasan bahwa kasus yang dituduhkan kepadanya tidak memenuhi unsur pidana. "Saya berharap diterbitkan SKP2," katanya.
Berkas perkara Buni Yani diketahui beberapa kali bolak-balik Kejaksaan. Polda Metro Jaya menyerahkan berkas kasus itu ke Kejaksaan Tinggi DKI, namun kemudian dikembalikan. Setelahnya, berkas itu diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengikuti domisili Buni Yani di Depok.
Buni Yani sendiri pernah mengajukan praperadilan, namun ditolak oleh Pengadilan Negari Jakarta Selatan, pada 12 Desember 2016 lalu.
0 Komentar