Pemerintahan Joko Widodo diingatkan untuk mewaspadai adanya krisis
ekonomi yang akan menerjang Negara Indonesia. Pasalnya, selain
disebutkan kemiskinan bertambah oleh partai Gerindra, angka ketimpangan
yang terjadi di Indonesia terbilang cukup memberikan pesan lampu kuning.
“Anggota @DPR_RI partai Gerindra @HeriGunawan88 menegaskan bahwa
angka ketimpangan yang masih bertengger di kisaran 0,39. Itu adalah
angka yang masih berstatus wapada,” demikian keterangan tertulis DPP
Gerindra melalui akun media sosial, Twitter resminya, Selasa (2/1/2018).
Itu berarti menurut Gerindra bahwa sistem ekonomi yang dijalankan
selama ini masih belum mampu menciptakan pemerataan secara total. Postur
APBN yang terus defisit dari tahun ke tahun masih tak bisa
diterjemahkan menjadi kesejahteraan bagi rakyat banyak, kemakmuran untuk
semua.
“Faktanya, hanya ada 1 persen orang yang menguasai 39 persen pendapatan nasional. Lebih dari itu, tak lebih dari 2 persen orang telah menguasai lebih dari 70 persen tanah di republik ini.”
Ekonomi kita tidak dinikmati oleh rakyat banyak. Angka di kuartal III
yang mencapai 5,06 persen tak menggenjot daya beli sehingga terjadi
penurunan konsumsi rumah tangga dari 4,95 persen menjadi 4,93 persen.
Dan itu terjadi signifikan pada kelas masyarakat menengah ke bawah yang
proporsinya sebesar 80 persen.
“Ini terungkap dalam Survei Nielsen yang disebut-sebut sebagai
pertumbuhan paling rendah dalam 5 tahun terakhir. Survei Nielson
tersebut mengungkap bahwa distorsi daya beli tidak terjadi pada
masyarakat kelas atas yang jumlah tak lebih dari 20 persen.
0 Komentar