Netty Membantah Perihal Menulis Sebuah Tulisan yang Sedang Viral Saat Ini

Beberapa hari terakhir, beredar pesan berantai via aplikasi pesan Whatsappberjudul "Putraku Malaikat Surgaku" yang menyebutkan Istri Gubernur Jabar NettyPrasetiyani, sebagai penulisnya. Netty mengklarifikasinya. Ia membantah telah menulisnya.

"Tulisannya memang sangat menyentuh dan bagus, tetapi agar tidak menjadi fitnah dan pembohongan publik, saya tegaskan bukan saya penulisnya," jelas Netty dalam rilis yang diterima redaksi, Senin (13/3/2017).

Ia juga menegaskan tidak pernah menuturkan kisah itu kepada siapapun baik lisan maupun tertulis.

Pesan berantai "Puteraku Malaikat Surgaku" berkisah mengenai pengakuan seorang ibu yang memiliki anak laki-laki yang secara akademis tidak pernah menonjol, tetapi secaraahlak terpuji dan memiliki jiwa empati tinggi.

Ini isi tulisannya:

Putraku Malaikat Surgaku
oleh: Dr. Hj. Netty Prasetiyani Heryawan (Isteri Kang Aher-Gubernur Jawa Barat)

Putraku bukan si juara umum di sekolah, bukan bintang utama di pengajian, juga bukan pemain inti di lapangan futsal, dan tidak juga juara melukis ataupun pemenang lomba beladiri.

Dia adalah anak-anak sepuluh tahun , kelas lima SD, yang senang bermain tiada henti, menikmatikeciprak air hujan, mengayuh sepeda menantang angin, dan tak terlalu suka belajar (belajar dalam pengertian umum orang Indonesia, yaitu membaca buku pelajaran sampai hafal titik koma nya).

Ini menyebabkan rumahku tak punya banyak piala.

Terkadang, sebongkah kecewa bergayut di hati, kecewa pada nilai matematikanya yg tak sempurna padahal soalnya gampang, kecewa pada hafalan surat pendek al quran yang masih salah, kecewa pada kegagalan gol karena tendangannya yg lemah.

Mana pialamu , duhai kesayanganku?

Allah, Tuhan yang kuimani berbisik lembut.

_*"Kamu adalah ibu yang sangaaaaaaaaat jauh dari sempurna, dan putramu tak pernah menuntut lebih, dia ikhlas, tak melayangkan protes atas segala kekuranganmu, lalu kenapa kamu tak membalasnya dengan cara serupa? Kamu sedemikian banyak menuntut dari putramu,"*_ aku terkesiap.

Sekawanan awan sedemikian rendah, gelap, hujan memberi aba-aba mau turun, aku tergopoh mencari jilbab, berlari ke jemuran. Dan disana….putraku sedang membungkuk memungut jemuran yg berjatuhan, sebelum kusuruh.

Aku tertidur pulas, terbangun mendengar suara berisik di kamar mandi, ternyata putraku sedang memandikan adik bungsunya, berjongkok menyabuni jari-jari kaki adiknya, tanpa kuminta.

Aku heran, kenapa rumah sedemikian damai, tak ada pekikan berebut mainan, ternyata putrakusedang bersimpuh di sudut kamar, membuatkan kapal-kapalan kertas secara adil untuk ketiga adiknya.

Embun dimataku mendesak keluar, ketika hujan turun deras dan putraku dilindungi payung lebar, berjalan ke rumah tetangga kemudian kembali dengan membawa daun sirsak untuk peningkatdaya tahan tubuhku.

"Empat belas lembar, udah kupilihin yang bagus-bagus, biar mama cepet sembuh" tangannya terulur menyerahkan daun sirsak, , aku terkapar lemah kala itu.

Mataku menghangat, kuterima dengan seksama, seperti pak presiden menerima bendera pusaka.

Terimakasih putraku, engkau telah memberi piala, dan ini adalah sebenar-benarnya piala, piala yang sesungguhnya untukku.

Nak, ijinkan aku mencium tanganmu, sebagai wujud permohonan maaf atas segalatuntutanku...

*Putra putri yang shalih- shalihah... juara yg sesungguhnya.*
#sebuah refleksi bagi orang tua.

Posting Komentar

0 Komentar