Perjudian KPK di Kasus e-KTP dan Buka-bukaan di Pengadilan

 Di penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP, KPK mengumbar banyak nama-nama besar yang disebut menerima duit haram. Padahal, nama-nama itu belum sama sekali menyandang status hukum apa pun dari KPK kecuali 2 orang yang telah menjadi terdakwa, Irman dan Sugiharto.

Strategi KPK tersebut dianggap sebagai sesuatu yang masih belum pasti. Perjudian, begitu kata peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menggambarkan langkah KPK saat ini.

"Terlalu berjudi KPK kalau mencantumkan sesuatu tapi dia tidak punya alat bukti dan saya sepakat (pembuktian) ini akan lama prosesnya," ujar Agus, Sabtu (18/3) kemarin dalam sebuah diskusi.

Agus meminta KPK tegas menjelaskan konstruksi penyebutan nama-nama politikus dan pejabat kementerian dalam berkas dakwaan. Hal itu penting untuk melihat seberapa kuat bukti yang dimiliki KPK.

"Kalau ada yang kemudian disebut dalam dakwaan, saya menduga bisa saja ada yang tidak menerima, misalnya dititipkan ke 'X' lalu tidak diserahkan ke yang bersangkutan," sebut Agus.

Dia yakin pertimbangan KPK membongkar kasus ini sudah matang berdasarkan petunjuk-petunjuk yang dikantongi terkait dengan dugaan keterlibatan sejumlah pihak. Namun KPK, disebut Agus, memerlukan bukti otentik untuk memastikan dugaannya.

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan pengadilanlah ajang untuk membuktikan itu semua. Pengadilan yang terbuka bisa menjadi salah satu cara bagi KPK agar kasus ini dibuka secara terang-terangan.

"Itu sebabnya agar sesuai dengan prinsip nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, tempat yang paling bijaksana untuk berdebat setelah minimal kita bukti yang cukup adalah di proses peradilan itu sendiri," ujar Saut ketika dihubungi, Senin (20/3/2017).

Selain itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif lebih yakin bila kasus itu nantinya akan menjerat calon tersangka baru. Dia bahkan menganalogikan seperti penyelenggaraan haji dengan kloter-kloternya.

"Kami melakukan itu orang yang paling terlibat dulu, nanti akan ada kayak haji lah kloter pertama, kloter kedua, dan kloter ketiga, tapi kan nggak boleh kita apa namanya, ya harus berdasarkan mana yang paling lengkap buktinya. Mana yang paling banyak keterangannya, banyak mengetahuinya," ucap Laode, Jumat (17/3).

Bahkan, jauh-jauh hari sebelum kasus itu bergulir ke pengadilan dan memunculkan banyak nama, Ketua KPK Agus Rahardjo dengan yakin perkara itu akan menyeret banyak orang. 

Posting Komentar

0 Komentar