KUPAS.TV - R.Budi Ariyanto Surantono, adalah nama lengkap dari sosok yang akrab dengan panggilan Ayah atau Abah Ariyo ini.
Diusianya yang ke 51, semangat dan tekadnya membina, membela dan melindungi anak anak yatim dhuafa dan penyandang disabilitas terus membara.
Disela aktivitas sebagai Praktisi Media, ia terus berjuang memuliakan anak asuh dan binaannya baik yang berada didalam ataupun diluar panti asuhan.
Baginya, anak yatim dhuafa dan penyandang disabilitas adalah bagian dari hidupnya. Ikatan batinnya begitu kuat. Ia selalu memperlakukan anak asuh dan anak binaan seperti anak kandung sendiri.
Tak heran jika kehadiran dan sosoknya selalu dirindukan anak asuh dan anak binaannya. Dirinya juga selalu kangen dan ingin bertemu anak anak nya tersebut.
"Hati kami sudah menyatu, saya bagaikan ayah kandung bagi mereka dan saya sangat mengasihi, menyayangi dan mencintai mereka dengan sepenuh hati dan jiwa. Itulah kenapa kami selalu merasa ada ikatan batin yang kuat", ungkap pria yang akrab dipanggil Ayah atau Abah Ariyo ini.
Meski bukan dari keluarga kaya dan juga bukan orang kaya sejak 2011 R.Budi Ariyanto Surantono akrab dengan dunia kemanusiaan, hobbynya "berburu" orang yang butuh pertolongan untuk dibantu walaupun melalui tangan orang lain.
"Saya bukan orang kaya, tapi saya ingin berbuat kebaikan untuk mereka yang membutuhkan. Oleh karena itu saya selalu menyediakan diri sebagai jalan bagi orang lain untuk berbuat kebaikan kepada sesama", imbuhnya.
Baginya, membantu dan menolong orang yang membutuhkan adalah kwajiban. Disaat ada kelapangan rezeki, ia sisihkan rezekinya untuk yang membutuhkan disaat sedang kesempitan rezeki maka ka ajak orang lain berbuat kebaikan.
Ia meyakini, berbuat baik tidak harus menunggu kaya. Karena bisa menggandeng orang orang kaya untuk berbuat kebaikan.
Setelah beberapa tahun mendampingi anak anak yatim dhuafa dan penyandang disabilitas. Sejak tahun 2017 bersama Guru sekaligus sahabat baiknya almarhum Prof.Dr.Ir.H.Cahyono Agus Dwikoranto, M.Agr.Sc. (Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM) mendirikan Yayasan Panti Asuhan di Imogiri Bantul dan disusul Depok Sleman Yogyakarta beberapa tahun kemudian.
Beberapa Guru Besar dari berbagai Perguruan Tinggi Yogyakarta diajak bergabung diantaranya Prof.Dr.H.Soepriyoko, M.Pd. (Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa), Prof.Dr.Heru Cahyono, MM. (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Prof.Dr.Kwartarini, M.Psi. (Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), ada juga Notaris Senior Yogyakarta almarhum Dr.Hendrik Budi Untung,SH,MM, Dr.Didik Purwadi, M.Sc. (Asisten Keistimewaan DIY saat itu) dan almarhum KRT.Drs.H.Gondohadiningrat (Pengageng II Kawedanan Ageng Panitro Puro Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat).
Kendati beberapa sahabat seperjuangan sudah meninggal dunia, namun api perjuangan terus ia libatkan karena ia pernah dan bisa merasakan bagaimana pahitnya kehidupan keluarga dhuafa.
"Tidak mudah hidup dan tumbuh ditengah masyarakat dalam kemiskinan dan kondisi disabilitas Namun kehidupan tidak boleh berhenti. Harus tetap hidup, berkarya dan berprestasi apapun masa lalu dan kondisi saat ini. Itu yang selalu saya tekankan kepada anak asuh dan binaan saya", imbuhnya.
Ia menyadari pejuang kemanusiaan tidak lepas dari hujatan, prasangka buruk dan bahkan fitnah. Namun ia meyakini itulah cara Allah menaikkan kelas, meninggikan derajat dan menambah nilai pahala kebaikan sehingga berserah diri dan membiarkan Allah dan Semesta yang memberikan jawaban adalah langkah terbaiknya.
Sejak 1 Januari 2025 mendirikan Komunitas Abah Kanjeng Humanity Care dengan menghimpun relawan kemanusiaan berbagai keahlian seperti Guru, Dosen, Psikolog, Pengacara, Dokter dan Relawan Aksi Kemanusiaan lainnya.
"Saya mengajak banyak orang berbuat kebaikan sesuai bidang keahliannya. Semoga bisa mewujudkan cita cita mendirikan Sekolah Gratis (SD sampai SMA/SMK) dan Kuliah Gratis Untuk Anak Anak Yatim Dhuafa dan Anak Anak Penyandang Disabilitas serta layanan Kesehatan Gratis buat mereka semua", harapnya.
Melalui Abah Kanjeng Humanity Care ia berharap memiliki jaringan Kemanusiaan Internasional untuk memperkuat kemampuannya membina, mengasuh dan melindungi anak asuh dan binaannya.
Dengan statusnya sebagai Dosen Kemanusiaan di UN.Volunteers ia berharap memiliki jaringan di seluruh dunia yang bisa diajak berjuang bersama.
"Jika regulasinya memungkinkan dan jaringan sudah mendunia, kami ingin membantu dan mengasuh anak anak yatim dhuafa dan penyandang disabilitas korban perang & bencana alam dari seluruh dunia agar bisa hidup layak bisa sekolah setinggi mungkin di Indonesia", ungkap peraih penghargaan "Bapak Anak Yatim & Inklusi Dunia" dari Universitas Kemanusiaan PDKS ROS PBX Alexandrina Victoria II International University - UN.Volunteers Member ini (*)
0 Komentar